Jumat, 07 November 2014

Kasus Manusia Dan Keindahan

Diposting oleh Gita Priyanka Anggraini di 02.33
(Soft Skill ) 
Keindahan Laut Timor Tercemar 



 











Ketua Komisi Sosial Budaya Dewan Riset Daerah Nusa Tenggara Timur Pater Gregor Neonbasu SVD, PhD mengatakan kekayaan alam yang terkandung di Laut Timor, tidak dikelola secara benar dan terpadu oleh pemerintah.
"Hal yang muncul dari pengelolaan yang tidak serius tersebut adalah pencemaran minyak jenis 'Light Crude Oil' yang bersumber dari Ladang Montara akibat meledaknya sumur minyak tersebut pada 21 Agustus 2009 di Blok Atlas Barat Laut Timor," katanya di Kupang, Rabu (17/4).
Neonbasu yang juga antropolog budaya dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang itu mengatakan dirinya pernah bertemu dan berkonsultasi dengan Robert B Spies, pakar minyak dari Amerika Serikat soal kasus pencemaran minyak di Laut Timor tersebut.
Robert Spies yang mendalami kasus pencemaran di Teluk Alaska itu, kata dia, melukiskan bahwa pencemaran minyak di Laut Timor itu justru lebih dahsyat jika dibandingkan dengan Teluk Alaska yang terjadi pada 1989.
Rohaniawan Katolik itu mengatakan dalam bukunya "Long-Term Ecological Change in the Northern Gulf of Alaska (2007)" setebal 589 halaman, Robert Spies mengungkap secara rinci mengenai usaha pemerintahan setempat untuk membantu menangani malapetaka yang melanda warga Alaska.
Tetapi, dalam kasus pencemaran minyak di Laut Timor, tambahnya, pemerintah Indonesia terkesan malah berdiam diri untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan pihak berwenang PTTEP Australasia asal Thailand yang mengoperasikan ladang minyak Montara.
Dari aspek waktu, kata dia, tumpahan minyak di Laut Timor itu termasuk lama, yakni dari 21 Agustus sampai November 2009 dengan besar tumpahan minyak mencapai 1.200.000 galon minyak.
"Ini merupakan bencana kemanusiaan yang sangat hebat, namun pemerintahan kita membiarkannya begitu saja, dan hanya elemen kecil masyarakat di Nusa Tenggara Timur, yakni Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) pimpinan Ferdi Tanoni yang terus memperjuangkan masalah tersebut," ujarnya.
Dalam kasus Alaska, kata Neonbasu mengutip hasil penelitian Robert Spies, pemerintahan negara itu begitu cekatan dalam merespons hasil kajian para pakar, baik menyangkut ekologi laut maupun upaya rehabilitas terhadap rusaknya ekonomi masyarakat akibat munculnya berbagai penyakit.
"Meskipun peristiwa di Alaska itu sudah berlangsung 24 tahun, pemerintahan setempat masih terus menangani masalah itu secara serius untuk menghindari rakyatnya dari berbagai penyakit yang timbul akibat dari pencemaran tersebut," ujarnya.
Dalam pengamatannya, pemerintah Indonesia tidak ambil pusing dengan masalah pencemaran minyak yang terjadi di Laut Timor, namun membiarkan YPTB berjalan sendirian dalam menangani kasus tersebut.
"Kita bersyukur bahwa pihak luar sedang membantu proses penyelesaian dan penanganannya. Kiranya usaha tersebut segera tiba di puncak perjalanan, yang nampaknya terlihat sangat berliku dan penuh kelok nan pedih," ujarnya.
Ia menambahkan yang perlu terus diperhatikan akibat dari kasus pencemaran tersebut adalah bagaimana menangkal dan mendeteksi rembesan air laut yang sudah tercemar.
Berdasarkan sejumlah laporan pada 2010, kata dia, tercatat sekitar 16.000 ekor penyu hijau dan hitam, 3.000 ekor ular laut, ikan lumba-lumba, beraneka ragam burung laut dan terumbu karang mati dan hancur akibat terkena pencemaran serta zat berbahaya yang disemprotkan untuk menenggelamkan tumpahan minyak tersebut ke dasar laut.(ris/ant)
                                           
Referensi :
http://www.ciputranews.com/kesra/laut-timor-tercemar-pemerintah-bungkam



0 komentar:

Posting Komentar

 

I'M Gita Anggraeni Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos